1.
PENGERTIAN
QUNUT
Qunut mempunyai beberapa
arti, antara lain berarti tegak, taat berbakti, berdoa sambil berdiri, berlaku
ikhlas dan berdiam diri dalam sholat mendengarkan bacaan imam. Adapun
pengertian qunut menurut istilah, adalah beberapa kalimat yang bersifat doa
yang dibaca ketika i’tidal (berdiri setelah bangun dari ruku’)
sesudah membaca lafadz ”sami ’allahulimanhamidah”
Adapun do'a qunut yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
اَلَّلهُمَّ اهْدِ نِي فِيْمَنْ هَدَ يْتَ, وَعَا فِنِي فِيْمَنْ عَا فَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَ لَّيَتَ، وَبَارِكْ لِي فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَاِنَّكَ تَقْضِى وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَاِنَّهُ لَايَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَا دَيْتَ، تَبَا رَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ اْلحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ اِلَيْكَ.
Artinya :“Ya Allah, berikanlah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, Berilah kami perlindungan seperti orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan. Berilah kami pertolongan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri pertolongan. Berilah berkah pada segala yang telah Engkau berikan kepada kami. Jauhkanlah kami dari segala kejahatan yang telah Engkau pastikan. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha menentukan dan Engkau tidak dapat ditentukan. Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci dan Maha luhur. Segala puji bagi-Mu dan atas segala yang Engkau pastikan. Kami memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
2.
SEJARAH
QUNUT
Dalam sebuah
hadits diriwayatkan bahwa awal mula dilakukannya pembacaan qunut oleh Rasulullah
s.a.w. itu adalah ketika 40 orang atau 70 orang penghafal Qur;an dibantai oleh
Bani Sulaim, Bani Ri’l dan Bani Dzakwan di dekat mata air Bir Ma’unah.
Telah
menceritakan kepada kami Abu Ma’mar telah menceritakan kepada kami Abdul Warits
telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz dari Anas r.a., dia berkata : “Nabi
s.a.w. pernah mengutus tujuhpuluh orang untuk suatu keperluan, mereka disebut
sebagai qurra` (para ahli al Qur’an), mereka di hadang oleh penduduk dari bani
Sulaim, Ri’l dan Dzakwan dekat mata air yang disebut dengan Bi’r Ma’unah,
mereka berkata, “Demi Allah, bukan kalian yang kami inginkan, kami hanya ada
perlu dengan Nabi s.a.w.” Mereka akhirnya membunuh para sahabat tersebut, maka
Nabi s.a.w. mendo’akan kecelakan kepada mereka (Sulaim, Ri’l dan Dzakwan)
selama sebulan pada shalat shubuh, itu adalah awal kali dilakukannya qunut,
sebelumnya kami tidak pernah melakukan do’a qunut.” (H.R. Bukhari)
Telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad
dan ‘Affan keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Tsabit dari Hilal
dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata; “Beliau pernah mengirim utusan
kepada mereka untuk mengajak memeluk Islam, namun mereka justru membunuh utusan
tersebut.” ‘Affan berkata dalam haditsnya, ia berkata; Ikrimah berkata; “Ini
adalah permulaan qunut.” (H.R. Ahmad)
3.
WAKTU QUNUT
1) Qunut
dibacakan selama 20 hari
Telah
menceritakan kepada kami Aswad telah menceritakan kepada kami Abu Bakar dari
Humaid dari Anas berkata : “Rasulullah s.a.w. pernah melakukan qunut selama
dua puluh hari”. (H.R. Ahmad)
2) Qunut
dibacakan selama sebulan penuh
Telah
menceritakan kepada kami ‘Amru bin “Ali telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Fudhail telah menceritakan kepada kami ‘Ashim Al Ahwal dari Anas r.a.
berkata,: “Rasulullah s.a.w. melaksanakan do’a qunut selama sebulan pada
waktu terbunuhnya para Qurra’ (penghafal AL Qur’an). Dan belum pernah aku
melihat Rasulullah s.a.w. sedemikian sedih yang melebihi kesedihannya pada
waktu itu”. (H.R. Bukhari)
Anas bin
Malik r.a. menjawab; ” Rasulullah s.a.w. melakukan qunut selama sebulan,
beliau mendo’akan kebinasaan untuk orang-orang yang membantai sahabatnya yang
dijuluki Al Qurra’ (Para Ahlul Qur’an).” (H.R. Muslim)
Telah menceritakan
kepada kami ‘Affan telah menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dari Anas
r,a, : “Nabi S.a.w. pernah melakukan qunut selama sebulan lalu meninggalkannya”.
(H.R. Ahmad)
Dari Qais
bin Rabi’ dari Ashim bin Sulaiman, kami berkata kepada Anas r.a. : Sesungguhnya
suatu kaum menganggap Nabi s.a.w tidak
putus-putus berqunut di (shalat) subuh, lalu Anas berkata: Mereka telah
berdusta, karena beliau tidak qunut melainkan satu bulan saja, yang mendoakan
kecelakaan satu kabilah dari kabilah-kabilah kaum musyrikin.”
[H.R. Al-Khatib]
3) Qunut
dibacakan seterusnya
Telah
menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, Telah menceritakan kepada kami Abu
Ja’far, yaitu Ar-Razi dari ar-Rabi’ bin Anas dari Anas bin Malik r.a. berkata, “Rasulullah
s.a.w. masih selalu mengerjakan qunut subuh hingga meninggal dunia.” (H.R.
Ahmad)
4) Tidak Ada
Doa Qunut
Telah
menceritakan kepada kami Hatim bin Bakr Adl Dlabbi berkata, telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Ya’la Zunbur berkata, telah menceritakan kepada kami
‘Anbasah bin ‘Abdurrahman dari Abdullah bin Nafi’ dari Bapaknya dari Ummu
Salamah ia berkata, “Rasulullah s.a.w. melarang untuk melakukan qunut dalam
shalat subuh. ” (H.R. Ibnu Majah)
Berkata
Muhammad bin Ajlan dari Nafi’, dari Umar, katanya: Pernah Rasulullah s.a.w
mengutuk orang-orang musyrik dengan menyebut nama-nama mereka sampai Allah
menurunkan Q.S. Ali Imran [3]. 127 Laisa laka minal-amri syaiun (tidak ada
sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu).”(H.R. Bukhari)
Adalah
Rasulullah s.a.w. ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat
Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata : “Sami’allahu
liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalam keadaan berdiri.
“Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy bin
Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah
pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun
(kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi
Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakw an dan ‘Ashiyah yang
bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau
meningalkannya tatkala telah turun ayat : “Tak ada sedikitpun campur tanganmu
dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab
mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim“.
(H.R.Bukhari Muslim)
Sebagian
ulama berpendapat berdasarkan hadits di atas tidak boleh lagi ada qunut
untuk mengutuk / mendoakan keburukan bagi suatu kaum. Dan sebagian dengan
menanggap mansukh qunut berdasarkan hadits ini. Namun Imam Qurthubi dalam
tafsirnya mengatakan bahwa hadits ini tidak menunjukkan mansukhnya qunut.
4.
MACAM –
MACAM QUNUT
Ada 3
(tiga) macam qunut dalam sholat:
1) Qunut dalam shalat witir
Qunut
ini disyariatkan disetiap sholat witir secara berkala, berdasarkan hadîts
al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata:
عَلَّمَنِي
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي
الْوِتْرِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ
وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ
مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ
مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْت
Artinya : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajariku do’a-do’a yang aku ucapkan dalam witir yaitu:
Artinya : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajariku do’a-do’a yang aku ucapkan dalam witir yaitu:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي
فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا
أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ
وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْت
(HR at-Tirmidzi)
Demikian
juga, hal ini diamalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana
dijelaskan Ubai bin Ka’ab dalam penuturan beliau:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ فِى الْوِتْرِقَبْلَ الرُّكُوعِ
Artinya : “Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut dalam witir sebelum
rukû’.” (HR.Abû Dâwud)".
2) Qunut
Nâzilah
Qunut
ini dilaksanakan ketika ada musibah atau bencana.
Qunut
ini juga disyariatkan dengan dasar amalan Rasulullah SAW, diantaranya:
قَنَتَ
النَّبِىُّ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ
"Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut (Nâzilah) selama sebulan, berdo’a
untuk kehancuran Ra’i dan Dzakwân. (HR al-Bukhâri)."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan:
Qunut disyari’atkan pada saat adanya bencana dan ini adalah pendapat yang
dipegang oleh ulama fikih dan ahli hadits. Ini diambil dari Khulafâ’ Râsyidîn.
3) Qunut khusus dalam sholat
subuh
Ada sebagian kalangan yang beranggapan bahwa membaca
do’a qunut ketika shubuh adalah tidak sunnah. Bahkan haram hukumnya, karena
Rasulullah Saw tidak melaksanakannya. Adapula yang berpendapat bahwa membaca
do’a qunut waktu sholat subuh adalah sunnah.
5.
PERBEDAAN
PENDAPAT TENTANG QUNUT SUBUH
A. DASAR YANG
MELAKUKAN QUNUT SUBUH
Hadits
dari Anas ra.: “Bahwa Nabi saw. pernah qunut selama satu bulan sambil mendoakan
kecelakaan atas mereka kemudian Nabi meninggalkannya.Adapun pada shalat subuh,
maka Nabi melakukan qunut hingga beliau meninggal dunia”
Hadits
ini diriwayatkan oleh sekelompok huffadz dan mereka juga ikut meriwayatkannya
dan mereka juga ikut menshahihkannya.
Diantara ulama yang
mengakui keshahihan hadis ini adalah Hafidz
Abu Abdillah Muhammad ali al-balkhi dan Al-Hakim Abu Abdillah pada beberapa tempat di kitabnya serta imam Baihaqi.
Hadits
ini juga turut di riwayatkan oleh Darul
Quthni dari beberapa jalan dengan sanad-sanad yang shahih.
Dikatakan
oleh Umar bin Ali Al Bahiliy, dikatakan oleh Khalid bin Yazid, dikatakan Jakfar
Arraziy, dari Arrabi’ berkata : Anas ra ditanya tentang Qunut Nabi saw bahwa apakah betul beliau saw berqunut sebulan,
maka berkata Anas ra : beliau saw selalu terus berqunut hingga wafat, lalu
mereka mengatakan maka Qunut
Nabi saw pada shalat subuh selalu berkesinambungan hingga beliau saw wafat, dan
mereka yg meriwayatkan bahwa Qunut Nabi saw hanya sebulan kemudian berhenti
maka yang dimaksud adalah Qunut
setiap shalat untuk mendoakan kehancuran atas musuh musuh, lalu (setelah sebulan)
beliau saw berhenti, namun Qunut
di shalat subuh terus berjalan hingga beliau saw wafat.
Hadits dari Awam Bin Hamzah dimana beliau berkata :
“Aku
bertanya kepada Utsman –semoga Allah meridhoinya-
tentang qunut pada Subuh. Beliau berkata : Qunut itu sesudah ruku. Aku bertanya
:” Fatwa siapa?”, Beliau menjawab : “Fatwa Abu Bakar, Umar dan Utsman
Radhiyallahu ‘anhum”.
Hadits ini riwayat imam Baihaqi dan beliau berkata : “Isnadnya Hasan”. Dan Baihaqi juga meriwayatkan hadits ini dari Umar Ra. Dari beberapa jalan.
Hadits ini riwayat imam Baihaqi dan beliau berkata : “Isnadnya Hasan”. Dan Baihaqi juga meriwayatkan hadits ini dari Umar Ra. Dari beberapa jalan.
Hadits dari Barra’ Ra. :
“Bahwa Rasulullah Saw. melakukan qunut pada shalat subuh”. (HR. Muslim).
Hadits
diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dengan tanpa penyebutan shalat maghrib.
Imam
Nawawi dalam Majmu’ II/505 mengatakan : “Tidaklah mengapa meninggalkan qunut
pada shalat maghrib karena qunut bukanlah sesuatu yang wajib atau karena ijma
ulama menunjukan bahwa qunut pada shalat maghrib sudah mansukh hukumnya”.
Hadits dari Abi rofi’ :
“Umar
melakukan qunut pada shalat subuh sesudah ruku’ dan
mengangkat kedua tangannya serta membaca doa dengn bersuara”. (HR Baihaqi
dan ia mengatakan hadis ini shahih).
Hadits dari ibnu sirin, beliau berkata :
“Aku
berkata kepada anas : Apakah Rasulullah SAW. melakukan qunut pada waktu shalat
subuh? Anas menjawab : Ya,
begitu selesai ruku’”. (HR.
Bukhary Muslim).
Hadits dari Abu hurairah ra. Beliau berkata :
“Rasulullah
Saw. jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku pada rekaat kedua shalat subuh beliau mengangkat kedua
tangannya lalu berdoa : “Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya”.
(HR. Hakim dan dia menshahihkannya).
Hadits dari Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Beliau berkata :
“Aku
diajari oleh rasulullah Saw. beberapa kalimat yang aku ucapkan pada witir yakni
: Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan selain
mereka dengan isnad yang shahih)
Hadits dari Ibnu Ali bin Thalib ra. (Berkaitan dengan hadist no. 9 )
Imam Baihaqi meriwayatkan dari Muhammad bin Hanafiah dan beliau adalah Ibnu Ali bin Thalib ra. Beliau berkata: “Sesungguhnya doa ini adalah yang dipakai oleh bapakku pada waktu qunut diwaktu shalat subuh” (Al-baihaqi II/209).
Imam Baihaqi meriwayatkan dari Muhammad bin Hanafiah dan beliau adalah Ibnu Ali bin Thalib ra. Beliau berkata: “Sesungguhnya doa ini adalah yang dipakai oleh bapakku pada waktu qunut diwaktu shalat subuh” (Al-baihaqi II/209).
Hadist dari
Ibnu Abbas ra. :
Tentang
doa qunut subuh ini, Imam
baihaqi juga meriwayatkan dari beberapa jalan yakni ibnu abbas dan selainnya:
“Bahwasanya Nabi Saw. mengajarkan doa ini
(Allahummah dini fii man hadait ….dan seterusnya) kepada para shahabat agar
mereka berdoa dengannya pada waktu qunut di shalat subuh” (Al-baihaqi II/209).
B. DASAR YANG TIDAK
MELAKUKAN QUNUT SUBUH
Hadist dari al-Bihaqi :
“Artinya : Aku pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau qunut di belakang ‘Umar dan di belakang ‘Utsman, mereka semuanya qunut.”
Imam Ibnu Turkamani berkata tentang
hadits ini: “Kita harus lihat kepada seorang perawi Khulaid bin Da’laj, apakah
ia bisa dipakai sebagai penguat hadits atau tidak?’
Karena Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu
Ma’in dan Daraquthni melemahkannya. Pernah sekali Ibnu Ma’in berkata: ‘Ia tidak
ada apa-apanya (ia tidak bisa dipakai hujjah).’
Imam an-Nasa-i berkata: ‘Ia bukan orang
yang bisa dipercaya. Dan di dalam Mizaanul I’tidal (I/663) disebut-kan bahwa
Imam ad-Daraquthni memasukkannya dalam kelompok para perawi yang matruk.’”
Hadits
lain yang dikatakan sebagai ‘syahid’ (penguat) ialah hadits:
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الصُّبْحِ حَتَّى مَاتَ.
أخرجه الخطيب في كتاب القنوت
“Artinya : Senantiasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut pada shalat
Shubuh hingga beliau wafat.”
Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam
al-Khathib al-Baghdadi dalam Kitaab al-Qunut.
Al-Hafizh Abul Faraj Ibnul Jauzi telah mencela al-Khathib (al-Baghdadi), mengapa ia memasukkan hadits ini di dalam kitabnya al-Qunut padahal di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Dinar bin ‘Abdillah.
Ibnu Hibban berkata: “Dinar bin ‘Abdillah banyak meriwayatkan Atsar yang maudhu’ (palsu) dengan meng-atasnamakan Anas, maka sudah sewajarnya hadits yang ia riwayatkan tidak halal untuk disebutkan (dimuat) di dalam berbagai kitab, kecuali bila ingin menerangkan cacatnya.”
Al-Hafizh Abul Faraj Ibnul Jauzi telah mencela al-Khathib (al-Baghdadi), mengapa ia memasukkan hadits ini di dalam kitabnya al-Qunut padahal di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Dinar bin ‘Abdillah.
Ibnu Hibban berkata: “Dinar bin ‘Abdillah banyak meriwayatkan Atsar yang maudhu’ (palsu) dengan meng-atasnamakan Anas, maka sudah sewajarnya hadits yang ia riwayatkan tidak halal untuk disebutkan (dimuat) di dalam berbagai kitab, kecuali bila ingin menerangkan cacatnya.”
Ibnu ‘Adiy berkata: “Ia (Dinar) dha’if
dzahib (sangat lemah).”
Dari sini dapatlah kita ketahui bersama
bahwa perkataan Imam an-Nawawi bahwa hadits Anas mempunyai penguat dari
beberapa jalan yang shahih (?) yang diriwa-yatkan oleh al-Hakim, al-Baihaqi dan
ad-Daraquthni, ada-lah perkataan yang tidak benar dan sangat keliru sekali,
karena semua jalan yang disebutkan oleh Imam an-Nawawi ada cacat dan celanya,
sebagaimana yang sudah diterang-kan di atas. Kelemahan hadits-hadits di atas
bukanlah kelemahan yang ringan yang dengannya, hadits Anas bisa terangkat
menjadi hasan lighairihi, tidaklah demikian. Akan tetapi kelemahan
hadits-hadits di atas adalah ke-lemahan yang sangat menyangkut masalah
‘adalatur rawi (keadilan seorang perawi).
Hadits riwayat at-Tirmidzi :
Dari Abi Malik al-Asyja’i, ia berkata
kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya engkau pernah shalat di belakang
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di bela-kang Abu Bakar, ‘Umar,
‘Utsman dan di belakang ‘Ali di daerah Qufah sini kira-kira selama lima tahun,
apakah qunut Shubuh terus-menerus?” Ia jawab: “Wahai anakku qunut Shubuh itu
bid’ah!!
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany berkata: “Hadits-hadits Anas terjadi kegoncangan dan perselisihan, maka yang seperti ini tidak boleh dijadikan hujjah.
Bila dilihat dari segi matan-nya (isi hadits), maka matan hadits (kedua dan keempat) bertentangan dengan matan hadits-hadits Anas yang lain dan bertentangan pula dengan hadits-hadits shahih yang menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut pada waktu ada nazilah (musibah).
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany berkata: “Hadits-hadits Anas terjadi kegoncangan dan perselisihan, maka yang seperti ini tidak boleh dijadikan hujjah.
Bila dilihat dari segi matan-nya (isi hadits), maka matan hadits (kedua dan keempat) bertentangan dengan matan hadits-hadits Anas yang lain dan bertentangan pula dengan hadits-hadits shahih yang menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut pada waktu ada nazilah (musibah).
Riwayat dari Anas yang membantah adanya
qunut Shubuh terus-menerus:
قَالَ عَاصِمُ بْنُ سُلَيْمَانَ ِلأَنَسٍ: إِنَّ قَوْمًا يَزْعُمُوْنَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ بِالْفَجْرِ، فَقَالَ: كَذَّبُوْا، وَإِنَّمَا قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا وَاحِدًا يَدْعُوْ عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ.
قَالَ عَاصِمُ بْنُ سُلَيْمَانَ ِلأَنَسٍ: إِنَّ قَوْمًا يَزْعُمُوْنَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ بِالْفَجْرِ، فَقَالَ: كَذَّبُوْا، وَإِنَّمَا قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا وَاحِدًا يَدْعُوْ عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ.
"Artinya : Ashim bin Sulaiman
berkata kepada Anas, “Sesungguh-nya orang-orang menyangka bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa qunut dalam shalat Shubuh.” Jawab Anas
bin Malik: “Mereka dusta! Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut satu bulan
mendo’akan kecelakaan atas satu qabilah dari qabilah-qabilah bangsa ‘Arab.”
Hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Khathib al-Bagh-dadi sebagaimana yang dikatakan oleh al-‘Allamah Ibnul Qayyim dalam kitab Zaadul Ma’aad
Derajat hadits ini tidak sampai kepada
shahih, karena dalam sanadnya ada Qais bin Rabi’, ia dilemahkan oleh Ibnu Ma’in
dan ulama lainnya mengatakan ia tsiqah. Qais ini lebih tsiqah dari Abu Ja’far
semestinya orang lebih condong memakai riwayat Qais ketimbang riwayat Abu
Ja’far, dan lagi pula riwayat Qais ada penguatnya dari hadits-hadits yang sah
dari Anas sendiri dan dari para Sahabat yang lainnya.
Dari Anas bahwasanya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah qunut melainkan apabila beliau mendo’a-kan
kecelakaan bagi kaum (kafir).
Telah
menceritakan kepada kami Hatim bin Bakr Adl Dlabbi berkata, telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Ya’la Zunbur berkata, telah menceritakan kepada kami
‘Anbasah bin ‘Abdurrahman dari Abdullah bin Nafi’ dari Bapaknya dari Ummu
Salamah ia berkata, “Rasulullah s.a.w. melarang untuk melakukan qunut dalam
shalat subuh. ” (H.R. Ibnu Majah)
Bid’ah menurut syari’at, yaitu:
Mengadakan suatu ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, dengan maksud bertaqarrub kepada Allah. Dan semua bid’ah
adalah sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Artinya
: Tiap-tiap bid’ah adalah sesat dan tiap-tiap kesesatan tempatnya di Neraka.”
6.
PENDAPAT MAZHAB
Pendapat
imam madzhab dalam masalah qunut adalah sebagai berikut.
Pertama: Ulama
Malikiyyah
Mereka
berpendapat bahwa tidak ada qunut kecuali pada shalat shubuh saja. Tidak ada
qunut pada shalat witir dan shalat-shalat lainnya.
Kedua: Ulama
Syafi’iyyah
Mereka
berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam shalat witir kecuali ketika separuh
akhir dari bulan Ramadhan. Dan tidak ada qunut dalam shalat lima waktu yang
lainnya selain pada shalat shubuh dalam setiap keadaan (baik kondisi kaum
muslimin tertimpa musibah ataupun tidak, -pen). Qunut juga berlaku pada selain
shubuh jika kaum muslimin tertimpa musibah (yaitu qunut nazilah).
Ketiga: Ulama
Hanafiyyah
Disyariatkan
qunut pada shalat witir. Tidak disyariatkan qunut pada shalat lainnya kecuali
pada saat nawaazil yaitu kaum muslimin tertimpa musibah, namun qunut nawaazil
ini hanya pada shalat shubuh saja dan yang membaca qunut adalah imam, lalu
diaminkan oleh jama’ah dan tidak ada qunut jika shalatnya munfarid (sendirian).
Keempat: Ulama
Hanabilah (Hambali)
Mereka
berpendapat bahwa disyari’atkan qunut dalam witir. Tidak disyariatkan qunut
pada shalat lainnya kecuali jika ada musibah yang besar selain musibah
penyakit. Pada kondisi ini imam atau yang mewakilinya berqunut pada shalat lima
waktu selain shalat Jum’at.
Sedangkan
Imam Ahmad sendiri berpendapat, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
melakukan qunut witir sebelum atau sesudah ruku’.
Inilah
pendapat para imam madzhab. Namun pendapat yang lebih kuat, tidak disyari’atkan
qunut pada shalat fardhu kecuali pada saat nawazil (kaum muslimin tertimpa
musibah). Adapun qunut witir tidak ada satu hadits shahih pun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menunjukkan beliau melakukan qunut witir. Jika seseorang melakukan qunut
witir, maka itu baik. Jika meninggalkannya, juga baik.
PERENUNGAN
Sebagian besar ulama sepakat tentang adanya qunut nazilah, namun
terdapat perselisihan pendapat tentang qunut pada shalat witir dan terutama
pada shalat subuh. Hal ini terjadi karena adanya hadist yang bertentangan, Namun
jika hadits-hadits yang saling bertentangan itu sama-sama shahih
maka tidak bijak jika menguatkan salah satunya dan melemahkan yang lainnya.
Maka sikap yang diambil adalah sebagai berikut :
1. Menganggap
salah satunya membatalkan / menghapuskan yang lainnya (nasikh mansukh). Tapi
hal ini baru bisa dilakukan jika ditemui riwayat yang jelas mengenai mana yang
nasikh dan mana yang mansukh berdasarkan dalil yang kuat pula. Hal ini misalnya
jika dulu dibolehkan saat ini dilarang seperti kasus nikah mut’ah , atau
sebaliknya dulu dilarang sekarang dibolehkan seperti kasus ziarah kubur.
2. Mencari
penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan / pertentangan antara satu
hadits dengan hadits lainnya. Mungkin suatu ketika Rasulullah s.a.w. melakukan
begini karena suatu alasan atau situasi tertentu dan di saat lain Rasulullah
s.a.w. melakukan begitu karena suatu alasan atau situasi yang berbeda.
3. Menjelaskan
bahwa hal ini termasuk pilihan dalam lapangan fikih, dimana masalah teknis
ibadah seringkali tersedia banyak pilihan boleh begini dan boleh begitu, karena
dahulu Rasulullah s.a.w. kadang melakukan begini dan kadang begitu sebagai
keluasan dan keluwesan Islam.
Jelas
di sini bahwa dalam kasus masalah qunut terdapat riwayat hadits yang sama-sama
kuat dan shahih bahwa Rasulullah s.a.w. pernah melaksanakan qunut pada waktu
sholat witir di bulan ramadhan (dan juga ada hadits yang tidak menyebutkan
apakah itu witir pada ramadhan atau bukan, sehingga boleh disimpulkan bahwa hal
itu dilakukan pada sholat witir secara umum), pernah juga pada waktu sholat
subuh, maghrib, isya dan bahkan pada seluruh sholat lima waktu (yaitu ketika
ada musibah).
Jelas
juga disebutkan bahwa qunut dibacakan ketika ada musibah dan bukan musibah.
Qunut pada saat tertimpa musibah, kesulitan atau mendoakan keburukan pada musuh
disebut qunut nazilah dan redaksi doanya berbeda dengan doa qunut ketika
witir atau tidak ada musibah atau mendoakan kebaikan umat.
Adapun mengenai qunut shubuh secara lebih
spesifik, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin menjelaskan dalam fatwa
lainnya. Beliau pernah ditanya: “Apakah disyari’atkan do’a qunut witir
(Allahummah diini fiiman hadayt …) dibaca pada raka’at terakhir shalat shubuh?”
Beliau rahimahullah menjelaskan: “Qunut
shubuh dengan do’a selain do’a ini (selain do’a “Allahummah diini fiiman hadayt
…”), maka di situ ada perselisihan di antara para ulama. Pendapat yang lebih
tepat adalah tidak ada qunut dalam shalat shubuh kecuali jika di sana terdapat
sebab yang berkaitan dengan kaum muslimin secara umum. Sebagaimana apabila kaum
muslimin tertimpa musibah -selain musibah wabah penyakit-, maka pada saat ini
mereka membaca qunut pada setiap shalat fardhu. Tujuannya agar dengan do’a
qunut tersebut, Allah membebaskan musibah yang ada.”
Apakah perlu
mengangkat tangan dan mengaminkan ketika imam membaca qunut shubuh?
Dalam
lanjutan perkataannya di atas, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan:
“Oleh karena
itu, seandainya imam membaca qunut shubuh, maka makmum hendaklah mengikuti imam
dalam qunut tersebut. Lalu makmum hendaknya mengamininya sebagaimana Imam Ahmad
rahimahullah memiliki perkataan
dalam masalah ini. Hal ini dilakukan untuk menyatukan kaum muslimin.
Adapun jika
timbul permusuhan dan kebencian dalam perselisihan semacam ini padahal di sini
masih ada ruang berijtihad bagi umat Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka ini selayaknya tidaklah terjadi. Bahkan
wajib bagi kaum muslimin –khususnya para penuntut ilmu syar’i- untuk berlapang
dada dalam masalah yang masih boleh ada perselisihan antara satu dan lainnya. ”
Dalam
penjelasan lainnya, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, “Yang
lebih tepat makmum hendaknya mengaminkan do’a (qunut) imam. Makmum mengangkat
tangan mengikuti imam karena ditakutkan akan terjadi perselisihan antara satu
dan lainnya. Imam Ahmad memiliki pendapat bahwa apabila seseorang bermakmum di
belakang imam yang membaca qunut shubuh, maka hendaklah dia mengikuti dan
mengamini do’anya. Padahal Imam Ahmad berpendapat tidak disyari’atkannya qunut
shubuh sebagaimana yang sudah diketahui dari pendapat beliau. Akan tetapi, Imam
Ahmad rahimahullah memberikan
keringanan dalam hal ini yaitu mengamini dan mengangkat tangan ketika imam
melakukan qunut shubuh. Hal ini dilakukan karena khawatir terjadinya
perselisihan yang dapat menyebabkan renggangnya hati (antar sesama muslim).”
Jadi
masing-masing ada dalilnya baik yang membaca qunut di moment tertentu saja,
selama beberapa hari saja, satu bulan saja, atau seterusnya, hal ini tidak
menjadi masalah.
Jangan
sampai karena terjadi perbedaan pendapat dalam fiqih membuat islam saling
berkelompok-kelompok yang saling
melemahkan sehingga islam menjadi terpecah dan lemah… kita boleh berbeda pendapat dan fiqih tetapi
kita harus saling menguatkan, menjaga ukhuwah islamiah karena semua muslim itu
bersaudara… sehingga ke depannya islam akan menjadi semakin kuat dan islam dapat
berjaya lagi seperti dahulu.